Langkah Yang Hampir Terhenti II

Sayang Yang Tak Pernah Hilang

Kutarik nafas panjang sesampainya aku dirumah, lelah hari ini membuat seluruh tubuhku bagai remuk. Namun wajah Nia yang selalu membayangi pikiranku membuat aku lupa pada letihku sendiri. “Koq baru pulang le” teriak seorang wanita setengah baya dari dalam rumah. Ya dia ibuku, orang yang selalu mengkhawatirkanku setiap kali aku pulang lewat dari biasa, ia selalu memanggilku dengan sebutan “le” pangilan untuk anak laki-laki dalam bahasa jawa. “Iya, habis dari rumah temen” jawabku, “mau makan nggak?” tanya ibuku lagi, “akh..dasar anak tunggal” gumamku, selalu saja sangat diperhatikan, “nggak ah, aku udah makan diluar tadi..kalau ibu sudah ngantuk tidur saja” jawabku.

Malam semakin larut, sambil merebahkan diri di kasur tua yang ada dikamarku, aku masih larut dalam lamunan akan sosok Nia. Gadis yang tadi sore kukenal itu telah mencuri perhatianku, “sayang ngga punya HP tuh anak” gumamku, teringat sore tadi saat kutanyakan nomor HPnya pada si plontos. “Akh..kenapa ngga titip salam aja lewat komandan” pikirku, langsung saja ku ambil HPku dan kutulis sebaris kalimat “Dan, besok kalo lo ke tempat si engkoh terus ketemu Nia disana..bilang salam dari gue ya” lalu segera kukirimkan pesan singkat tersebut pada si plontos.

Rutinitas yang membosankan sudah menghadangku bahkan sebelum sempat kutersadar sepenuhnya dari mimpi. Pagi-pagi benar ibuku sudah mengetuk pintu kamarku mengingatkanku untuk segera bersiap untuk berangkat kekantor. Segelas Teh hangat sudah tersedia dimeja makan, pakaianku sudah tersedia di tepian tempat tidurku. “Baik benar orangtuaku” itu pasti yang terpikirkan orang bila tahu akan hal itu, padahal aku sendiri tak pernah menyadarinya. Hanya bisa meminta, dan marah bila ibuku salah tanpa pernah memikirkan untuk membuatnya bahagia.

Orang bilang, kasih anak sepanjang galah kasih ibu sepanjang jalan. Itu nyata tejadi, tak usah kulihat orang lain, aku sendiripun tak berbakti pada orangtuaku. Kenapa jauh kucari kasih sayang, sedangkan kasih ibuku adalah  ungkapan sayang yang tak pernah hilang.

Kupacu sepeda motorku menuju tempatku bekerja, laporan-laporan yang dari kemarin sudah kusiapkan segera kuserahkan pada atasanku. Segala macam petuah dan amarah atasanku sudah mulai kudengar lagi, rutin memang..jadi aku sudah tak hiraukan, toh aku sudah hafal semuanya. Sebenarnya ibuku sudah menyuruhku untuk mencari pekerjaan lain, tapi tak mudah mencari pekerjaan dijaman sekarang. Aku sendiri juga sudah muak, pekerjaan yang tak ada habisnya, gaji kecil, belum lagi rekan kerja yang menjengkelkan. Tapi aku berusaha bertahan walau hatiku sudah tak nyaman.

BERSAMBUNG…