Langkah Yang Hampir Terhenti IV

The Second Meet

Hari itu, jum’at 20 juli 2007 kira-kira setelah sholat jum’at aku tiba dirumah si plontos, sebelumnya dia sudah menelponku agar bisa datang. “Kita kerumah Mursid yuk” sambut plontos ketika aku tiba, “mursid siapa?” tanyaku, lalu dengan santai dia menjawab “temen gue, ada obyekan nih”, “oke lah, jam berapa?” jawabku mengiyakan sambil bertanya, “ya sekarang” jawab si plontos.

Langsung saja aku menyalakan sepada motorku lalu kutancap gas dengan si plontos membonceng bersamaku, kira-kira satu jam perjalanan akhirnya kami tiba dirumah mursid, tempatnya jauh dipelosok dan jarak antara rumah dengan para tetangga cukup jauh. “Jadi inget dijogja” gumamku mengingat tanah kelahiranku 23 tahun yang lalu. Setelah beberapa kali mengucap salam dan tak ada seorangpun yang membalas kami pun memutuskan untuk mencari wartel dan menelepon mursid. Selang dua menit kemudian plontos keluar dari wartel, “gimana dan?” tanyaku, “mursid lagi dicileungsi, katanya habis maghrib aja kita kesini lagi” jawab si plontos. Apa boleh buat kami pun segera meluncur kembali kerumah si plontos karena dirumah mursid sama sekali tidak ada orang.

Kira-kira pukul tiga sore kami sampai dirumah plontos, sebotol air putih dan dua buah gelas diambil si plontos untuk menemani kami mengobrol. Setengah jam berlalu dan kemudian kudengar plontos berkata “kita kerumah koh Andi yuk?”, “ngapain?” balasku, ” katanya ada obyekan disana, ya sambil nungguin maghrib daripada bengong ngga jelas disini” jawab si plontos, “wah sorry, gue janjian sama si chess (salah seorang teman kantorku) mau maen billiard, dia nungguin di deket dealer depan” jawabku berusaha menghindar. “Yah elo..ntar ngga jadi kerumah mursid donk, tolongin gue kenapa..kalo ngga kerumah mursid ya ke rumah koh andi deh, minimal ada yang nyangkut kek” dengan nada memohon plontos pun berusaha meyakinkan aku, “tapi gimana donk, gue udah janjian ama si chess” jawabku berusaha menghindar padahal aku hanya malu apabila harus bertemu Nia dirumah koh andi. “Tolongin gue deh, kali ini aja..” plontos terus mendesak dan memelas, “ok lah, gini aja..gue coba ke dealer depan, kalo chess ada ya gue maen billiard tapi kalo ngga ada gue temenin elo deh” sungguh plontos sudah berhasil meluluhkan hatiku dengan rengekannya. “Oke lah, tapi janji ya lo balik lagi kalo chess ngga ada” tanya plontos meyakinkan aku tidak berbohong, ” iya..gue janji kalo chess ngga ada gue balik lagi, gua jalan dulu ya” jawabku dan langsung aku bergegas.

Setibanya didealer tak kulihat sedikitpun batang hidung si chess, aku coba masuk kedalam dan bertanya pada salah seorang customer service yang aku kenal, “liat si chess ngga len?” tanyaku, “tadi kesini cari mas..tapi leni bilang mas pergi..terus dia jadi ikutan pergi juga” jawab leni, gadis cantik asal palembang ini juga memikat..kecantikan dan kesederhanaannya sempat membuatku pernah mencoba mendekatinya, namun karena kawan baikku Mr. X jatuh hati padanya ya sudahlah, lagipula aku menemukan Nia..mm mungkin lebih tepat kalau Nia yang menemukanku.

Andai saja bisa kuulang janjiku pada plontos, dengan jengkel dan perasaan yang tak menentu aku kembali kerumah plontos. “Apa boleh buat lah..udah terlanjur janji” gumamku, kulihat plontos tersenyum lebar layaknya atlet yang baru saja memboyong emas olympiade. “Kita kerumah koh andi yuk, nanti keburu sore” jawabnya menyambut kedatanganku, ” ayo lah” jawabku lemas sambil memikirkan apa yang akan terjadi nanti. Sepuluh menit kemudian kami sudah berada di depan rumah koh andi, pintu tertutup dan terkunci dan sepi sekali. “Ngga ada orang kek” harapan yang terlintas dari dalam hatiku, namun terdengar dengkuran keras dari dalam rumah, sepertinya koh andi memang sedang tidur.

Setelah beberapa kali mngetuk pintu, akhirnya koh andi pun terbangun dan membuka pintu. “eh..elo, duduk deh..sebentar ya gue ambilin minum, pada diluar ngga apa-apa kan? didalem masih berantakan” koh andi menyambut kami, “ngga apa-apa, jadi ngerepotin elo nih” jawab si plontos, “sepi amat..pada kemana?” tanya si plontos memulai pembicaraan, “ngga tau tuh, tadi sih ada bini gue ama si Nia..soalnya warung gue kan tutup seharian, sial..gue tidur malah pada pergi” jawab koh andi kesal sambil membawa minuman.

Aku hanya diam menunggu waktu berlalu, hanya mendengarkan percakapan si plontos dan koh andi walaupun sebenarnya aku tak begitu menangkap apa yang mereka bicarakan. Aku hanya memikirkan perasaanku sendiri saja, berharap-harap cemas menunggu saat itu terjadi, saat dimana aku akan bertemu dengan Nia, “semoga saja mereka pulang setelah maghrib” harapku.

Selang setengah jam dari saat kedatanganku akhirnya kulihat seorang wanita berkulit hitam manis berjalan menuju rumah koh andi, sambil tersenyum menyapa tetangga iya berjalan perlahan. Aku ingat siapa dia, dia adalah istri koh andi dan sekaligus kakak kandung Nia, aku pernah bertemu dengannya sekali saat pertamakali aku datang kerumah ini dan berkenalan dengan koh andi, namun aku tak bertemu Nia saat itu. Tak lama Nia pun juga terlihat, satu bulan aku tak bertemu dengannya namun tak sedikitpun aku lupa dengan wajahnya. Bagaimana mungkin aku bisa lupa, satu kali saat bertemu didalam pasar sudah cukup membuatku dihantui wajahnya. “Oh my God” gumamku,
kembali kudengar degup jantungku yang semakin cepat, aku hanya bisa tertunduk dan membalas salamnya dengan lirih saat dia mengucap salam dan berjalan memasuki rumah. “Ya Allah, kau menciptakan manusia dengan sebaik-baik bentuk”.

BERSAMBUNG…