Mengawali Hobby

Ayam hutan pertama kali kukenal dari mertuaku, setelah melangsungkan akad nikah dan tinggal satu minggu dirumah istriku disitulah pertama kali aku mengenal ayam hutan hijau, Januari 2011 tepatnya. Sebelumnya aku tak pernah tahu apa itu ayam hutan apalagi melihatnya langsung, tapi berhubung mertuaku seorang pengepul dan penjual ayam hutan yang sudah punya banyak langganan, maka sedikit demi sedikit aku bisa mengenal binatang eksotik ini, khususnya ayam hutan hijau.

Kira-kira selepas maghrib waktu itu aku menuju belakang rumah untuk buang air kecil, didapur rumah istriku aku lihat seekor ayam yang dibalut karung terigu yang dibentuk menyerupai tas, lalu dikaitkan di paku yg ada di dinding dapur. Sekembalinya dari toilet, rasa penasaranku membuat aku ingin mendekat dan memperhatikan ayam tersebut. Saat kudekati, kulihat dia meronta-ronta…mungkin karena takut. Karena tubuhnya dibalut karung terigu, aku hanya bisa melihat bagian kepalanya saja, itu saja sudah membuat aku berdecak kagum karena keindahannya. Jenggernya yang bulat berwarna biru dan merah muda, serta gradasi warna keunguan yang menghubungkan kedua warna tersebut membuatnya sangat berbeda dengan ayam-ayam kebanyakan.

Berjalan kedepan rumah dan bertemu dengan mertuaku yang sedang merokok diteras depan aku lakukan setelah kuperhatikan ayam tadi, rasa penasaranku langsung membuat aku bertanya ” ayam apa itu pak yang ada didapur”, “ayam hutan” jawab mertuaku singkat, lalu kulanjutkan pertanyaan lagi “kenapa diikat dan digantung seperti itu?” untuk memenuhi keingintahuanku, “mau dibawa kepasar besok pagi, kalau ditaruh di kandang bulunya rusak” jawab mertuaku singkat. Itulah awal pembicaraan kami yang akhirnya membuat aku sedikit-sedikit mulai tahu.

Diujung pembicaraan sempat aku meminta agar aku diperbolehkan membawa barang 1 ekor, tapi mertuaku melarangnya. Mungkin dia berpikir aku yang dari kecil tinggal dikota tidak akan bisa memelihara ayam yang memang aku tahu belakangan ini ternyata ” Super Liar”. Dia berkata ” Susah peliharanya, orang yang beli ini aja juga paling seminggu mati”, tapi jawaban mertuaku itulah yang justru membuat aku semakin merasa aneh dan penasaran, bagaimana bisa dia menjual binatang yang ujung-ujungnya hanya akan mati? apa manfaat dari orang-orang yang membelinya kalau ayam tersebut hanya akan mati?

Singkat cerita, setelah aku pulang rasa penasaranku belum juga hilang, bahkan setelah memulai kembali pekerjaan sekembalinya aku dari cuti yang ku ambil. Pekerjaanku yang membuatku duduk lebih dari 8 jam sehari didepan komputer membuatku mudah mendapatkan informasi, akses internet yang cepat juga membuat aku bisa dengan cepat belajar apa saja yang aku mau. Begitu juga dengan ayam hutan yang beberapa hari lalu aku jumpai, dari foto-foto, informasi mengenai kebiasan hidup dan lainnya akhirnya aku dapatkan, dari situ aku juga baru mengerti tentang asal-usul bekisar, padahal bekisar sudah lama kukenal bahkan dari kecil, karena dirumah nenekku di jogja ada tetangga yang memelihara bekisar didepan rumah. Kokoknya yang lantang dan berbeda dari ayam lain membuatnya sangat indah, dan ternyata persilangan dari jantan ayam hutan hijau dengan betina ayam kampunglah satu-satunya hal yang membuat ras ayam ini ada.

Kira-kira tahun 2012 aku dikirimi mertuaku sepasang ayam hutan yang dititip ke adik sepupu istriku, senangnya waktu kali pertama kudengar kabar tersebut, segera kupersiapkan kandang sesuai dari apa yang kubaca. Saat tiba dirumah kulihat jantannya masih muda, mungkin sekitar 3-4 bulan (ini aku tahu saat ini setelah aku mengenal sebuah komunitas yang berkecimpung dengan ayam hutan) dan betinanya sudah dewasa. Aku masukan keduanya dalam kandang dan benar saja 3 hari kemudian betinanya mati, bingung juga kenapa waktu itu bisa seperti itu, sedangkan jantannya bertahan kurang lebih 2 minggu, mati karena sakit dan kulihat ada bekas gigitan dikakinya. Padahal bisa dibilang aku cukup berhasil untuk orang yang baru mengenal dan memelihara ayam hutan karena ayamku itu sudah cukup jinak dan berani makan jangkrik langsung dari tanganku. Tapi kenyataan berkata lain, sedih juga melihat binatang yang kusenangi akhirnya mati. Tapi rasa penasaranku tak pernah surut bahkan semakin menjadi-jadi, tapi kuputuskan untuk belajar dulu dan kuhabiskan waktuku ditahun 2012 untuk mempelajari lebih lanjut apa dan bagaimana cara memelihara ayam hutan yang baik dan benar.

Hasil dari selama aku belajar membuatku berkesimpulan bahwa ayam tetasan jauh lebih mudah dipelihara daripada ayam tangkapan hutan langsung. Itu benar, namun kesabaran tetap jadi peran utama dalam memeliharanya. Ditahun 2013 awal sekembalinya dari jogja tanah kelahiranku dan memulai kembali beraktifitas, pencarianku akan ayam hutan mengarahkanku pada sebuah group di facebook yaitu pasar ayam hutan indonesia, segera saja aku bergabung dan membaca tulisan teman-teman, banyak juga peternaknya rupanya. Dan akhirnya kuberanikan diri untuk membeli 3 ekor anakan ayam hutan dari seorang penjual dari blitar. Sempat berpikir juga apakah ama aku membeli barang hidup via online, tapi berhubung sudah terlanjur cinta dan ingin memiliki akhirnya kuputuskan membelinya dengan dasar keikhlasan saja, bila memang ditipu ya sudah anggap saja beramal.

Dalam beberapa hari negosiasi dengan penjual akhirnya kami deal juga dan beberapa hari berselang setelah kutransfer uang, kiriman paket berisi 3 ekor anakan ayam hutan pun datang. Penjualnya mengatakan baru berumur 2 minggu, aku sih percaya saja berhubung aku juga baru lihat anakan ayam hutan yang masih kecil sekali. Namun belakangan setelah lebih mengenal lagi dengan ayam hutan ini, aku yakin umurnya sudah lebih dari 2 minggu saat kubeli, dan ternyata setelah aku akrab dengan sang penjual dia juga tidak mengerti betul tentang ayam hutan, ayam yang dia jual ke aku adalah ayam yang dia dapat dari seorang pencari kayu didaerahnya.

Itulah cerita awal dari hobby yang aku geluti, menyenangkan melihatnya tumbuh perlahan dan akhirnya menjadi indah setelah dewasa. Keinginanku pun semakin bertambah saat aku kenal komunitas yang peduli dengan kelestarian ayam hutan yaitu APAHI. Teringat kembali akan ucapan mertuaku dulu dan juga membayangkan pasti suatu saat akan habis bila ditangkapi setiap hari memotivasi diriku untuk dapat membreedingkannya.

Leave a comment